Memulai Montessori di Rumah | Getting Started Montessori at Home

Sudah sejak lama kami dengar tentang metode Montessori, bahkan anak kami punya buku Good Night Stories for Rebel Girls yang salah satu tokoh dalam ceritanya adalah Maria Montessori, pencetus metode pembelajaran ini.
Saya juga mengikuti beberapa akun Instagram, baik di Indonesia, Jepang, maupun negara lainnya, yang menerapkan Montessori di rumah mereka.
Lalu, setelah saya melihat unggahan pembuatan kurikulum Montessori oleh seorang teman untuk anaknya karena dia mengikuti salah satu kuliah online via WhatsApp (WA) tentang Montessori for Unconscious Mind dari dr. Pinansia Finska Poetri, saya semakin semangat untuk menerapkan metode ini ke anak kami. (panjang banget penjelasannya, ya?)

Tapi pertanyaannya, harus mulai dari mana?

Jadi, kami melakukan riset mendalam lebih kurang 1 bulan. Bahkan sepertinya risetnya kelamaan, hahaha..
Awalnya, saya baca-baca tentang tugas pembuatan kurikulum Montessori yang diunggah oleh pada peserta kuliah WA-nya dr. Pinan di #seharianbersamaibupinan1 sampai 5 di Instagram (IG).
Lalu saya lihat kembali akun-akun IG yang saya ikuti, yang sering menggungah kegiatan Montessori anak-anak mereka.
Setelah itu, saya baca beberapa blog dan artikel di internet, menonton beberapa channel YouTube, dan tentunya menyusul buku tentang Montessori.
Lalu diskusi dengan suami tentang bagaimana pandangannya.

Kami juga mencari beberapa sumber tentang bagaimana sebaiknya memulai metode Montessori ini, apalagi jika belum memiliki mainan atau area/ruangan khusus untuk anak bereksplorasi dengan metode ini.

Sampai tulisan ini dibuat, kami belum sempat membaca buku dari Maria Montessori langsung, sih.
Ini sudah menjadi daftar bacaan kami berikutnya.
Tapi menurut kami, semua riset di atas cukup untuk memulai kami bergerak dan menerapkan metode ini di rumah.
Pastinya tetap sambil jalan, sambil belajar, dong.

Nah, di tengah perjalanan, dr. Pinan kembali membuka kelas online via WhatsApp yang bekerja sama dengan Klinik MPASI yang dimoderatori oleh Umi Leli Khairani, S.Kep., Ners., M.NS.
Jadilah saya mengikuti kelas ini dan mendapat lebih banyak pencerahan lagi yang akan saya rangkum dalam beberapa tulisan.



Setelah kami berdua belajar cukup banyak, akhirnya kami memutuskan melakukan hal-hal ini untuk pertama kalinya.

1. Cari tahu dan pahami dasar/filosofi Montessori.
2. Pahami fase sensitif anak.
3. Siapkan area yang aman dan nyaman untuk anak bermain.
4. Sediakan material atau ide aktivitas.
5. Lakukan aktivitas yang paling sederhana yang bisa dilakukan di rumah.

Saya jelaskan secara singkat untuk masing-masing poin di atas, ya..

1. Cari tahu dan pahami dasar filosofi Montessori.

Tak kenal, maka tak sayang. Ini adalah peribahasa yang paling terkenal dan tepat untuk setiap hal yang ingin kita terapkan dalam kehidupan kita. Maka begitu pun dengan metode parenting ini.

Tujuan poin ini adalah agar kita tidak kebingungan saat melakukan aktivitas bersama anak.
Hal ini mau tidak mau, tetap harus dilakukan. Pertama, orang tua perlu tahu seperti apa metode Montessori itu, bagaimana filosofi atau dasarnya, seperti apa saja apparatus atau aktivitasnya.

Cara untuk mencari tahu?
- bisa dengan dengan browsing di Google, baca-baca blog dan artikel, seperti:
IndonesiaMontessori.com
This Toddler Life
>Tupil Backpack

- buka YouTube, nonton video-video, seperti:
The Hidden Gem (IG: @the.way.we.play),
Smart Parent Stories
Hapa Family (blognya: Our Little Nest, IG: @hapafamilyvlog)
The Parenting Junkie (blog & Podcast: The Parenting Junkie, IG: @parentingjunkie)

follow akun Instagram, seperti:
@momma_in_japan
@tokyomamalife
@dr.pinan
@khayli_montesstory
@play_at_home_mummy
@mamasden
@theprojectmommyger

- dan tentunya membaca buku yang membahas tentang metode ini, seperti:

|     Montessori from The Start oleh Paula Polk Lillard dan Lynn Lillard Jessen     |

|     How to Raise an Amazing Child The Montessori Way oleh Tim Seldin     |




Sebenarnya langsung bermain atau memulai aktivitas bersama anak pun tidak masalah.
Tapi kalau kita lebih paham, minimal filosofinya, maka kita pun akan lebih sadar apa saja tujuan kita saat bermain bersama anak.

Namun perlu diingat, bukan berarti dengan tahu filosofi, apparatus, atau aktivitasnya, berarti semua harus kita ikuti agar disebut Montessori, ya.
Aktivitas/material/mainan/apparatus pun bisa DIY atau Do-It-Yourself tanpa harus membeli.
Jadi, dari kreativitas orangtua atau pendampingnya saja.
Yang penting dari Montessori itu adalah pengertian/pemahaman kita ke anak.

Filosofi Montessori akan saya bahas di tulisan lain, tapi sebagai gambaran, saya rangkumkan secara singkat, ya..

Filosofi dari Maria Montessori yang paling populer adalah follow the child atau ikuti si anak. Maunya apa dan sedang senang apa.
Tapi maksudnya bukan kalau mau es krim atau coklat terus kita berikan seenaknya, ya.
Ini lebih ke bagaimana anak kita beraktivitas sehari-hari.

Filosofi dari Maria Montessori sendiri ada banyak dan hampir semua saling berkaitan. Ini akan saya bahas di artikel lain, ya..
Sebenarnya ada satu lagi filosofi yang berkaitan langsung dengan filosofi ini, yaitu observe the child.

Jadi, saya mengobservasi hal-hal apa saja yang sedang senang dilakukan oleh anak saya di masa ini, saat ini, hari ini, sekarang.
Sampai usia 16 bulan ini, dia senang sekali mengambil buku sendiri, meminta agar saya membacakan bukunya, menggumamkan kata-kata ala bayi, menunjuk-nunjuk sesuatu yang dia inginkan, menari, menekan-nekan tombol, membuka-tutup pintu, memanjat, dan masih banyak lainnya.
Lalu, saya mencatat poin-poin tadi itu sebagai hal yang disebut fase sensitif (sensitive period) dia saat ini.
Ini akan berubah-ubah seiring bertambahnya usia.
Maka dari itu, hasil dari catatan tentang area sensitif-nya itu mengarahkan pada poin kedua untuk hal yang saya lakukan.

2. Pahami fase sensitif anak.

Tujuan poin ini adalah agar bisa lebih mengenal anak.
Konsep follow the child, observe the child, child teach themselves, trust our child adalah filosofi yang merujuk pada pengenalan kita pada pribadi anak.
Apa yang sedang anak senangi, apa yang sedang anak inginkan.
Dari sini, kita akan lebih mudah mencari ide aktivitas yang sesuai dengan minat anak saat ini (fase sensitifnya).
Setelah mengenal filosofi Montessori, saya yakin kita akan jadi jauh lebih mengenal dan memahami anak kita.

Cara memahami fase sensitif anak?
- Observasi saat anak bermain. Orang tua atau pengasuh tidak perlu terus-terusan terlibat saat anak sedang bermain. Tapi, ya, bukan berarti anak ditinggal main sendirian.
Ketika anak sedang asyik bermain suatu hal, coba perhatikan seberapa semangatnya di bermain atau melakukan aktivitas itu.
Contohnya, anak kami sedang senang memanjat. Apapun dipanjati, kotak penyimpanan barang, dus, kursi, meja, semua mau dipanjati. Oleh karena itu, kami memanfaatkan hal ini untuk bermain ke taman agar bisa melatih motoriknya juga.
Contoh lain lagi, anak kami senang mengambil dan membaca buku, kemudian menyimpan kembali bukunya. Karena itu, kami memberi kebebasan untuk anak kami memilih buku yang dia inginkan, kemudian diberikan ke kami, kami bacakan, lalu kemudian kami memintanya untuk menyimpan kembali bukunya pada tempatnya. Dia sangat bersemangat saat kami memintanya melakukan hal itu.

- Setelah mengobservasi, tuliskan semua hal yang sedang disenangi anak di buku atau ponsel, agar kita bisa lebih sadar saat menyediakan aktivitas untuk anak.
Memang tidak semua aktivitas yang kita sediakan harus sesuai dengan fase sensitif anak, tetapi jika ada aktivitas yang bisa disesuaikan dengan fase sensitifnya, maka akan lebih mudah dan menyenangkan untuk anak belajar.
Contohnya, anak kami sangat senang dengan karakter Anpanman dan Hello Kitty. Oleh karena itu, kami memanfaatkan hal ini untuk bermain tebak-tebakan karakter atau bisa juga menjelaskan anggota tubuh dari karakter tersebut.

Jika kita sudah sadar akan kemampuan dan kehendak anak, maka akan semakin mudah untuk beraktivitas dengan anak.
Selanjutnya, selain memikirkan aktivitas, kita juga perlu melakukan poin berikut ini.

3. Siapkan area yang aman dan nyaman untuk anak bermain.

Atau istilah lainnya menghadirkan "Yes" atau "Positive" Environment di dalam rumah.
Tujuannya agar anak bisa bebas bermain dan lebih fokus dalam bermain/beraktivitas tanpa perlu adanya larangan dari orang tua atau hal yang membahayakan mereka.

Hal ini termasuk penting dalam menerapkan Montessori di rumah.
Menyediakan suatu area sebagai play area, playspace, atau playroom untuk anak adalah bagian dari poin ini.

|     Play Room Juli 2019     |

Cara membuat area yang aman dan nyaman untuk bermain?
Kita perlu menyiapkan satu area khusus, boleh ruangan sendiri atau mungkin hanya di sekitar area ruang tamu atau ruang keluarga yang dijadikan tempat bermain untuk anak.
Untuk tempat tinggal kami, area ini adalah tempat di mana anak kami boleh bermain sepuasnya tanpa ada larangan "jangan ini", "jangan itu", "tidak boleh begini", "tidak boleh begitu".
Misal, kami menyediakan rak khusus untuk menaruh mainan yang boleh dimainkan oleh anak kami.
Kami juga menempelkan pelindung di ujung-ujung meja agar anak kami bisa bermain dengan bebas tanpa perlu melarang karena ada area yang masih "berbahaya".
Dalam hal ini sebenarnya ada satu hal yang juga penting untuk diingat. Kita pun harus percaya pada anak kita bahwa dia bisa menjaga dirinya dari "bahaya-bahaya" tersebut.

Selain menciptakan area khusus untuk anak bermain, area-area yang sudah paten ada dalam rumah juga perlu dibuat mudah untuk dijangkau oleh anak atau istilahnya "ramah anak".
Tempat seperti kitchen sink, wastafel, toilet juga perlu disiapkan agar anak mudah meraihnya.

Setelah area untuk anak beraktivitas sudah ada, maka poin berikut ini menjadi langkah selanjutnya yang kami lakukan.

4. Sediakan material atau ide aktivitas untuk anak sebelum memulai aktivitas.

Tujuan poin ini adalah agar kita tidak kebingungan saat akan melakukan aktivitas bersama anak.
Ini juga sebagai langkah agar distraksi saat anak bermain bisa lebih diminimalisir.

Apparatus/mainan/material untuk aktivitas yang ingin diberikan ke anak harus sudah siap di tempat terbuka, seperti ditaruh dalam rak, dan mudah dijangkau oleh anak.
Jadi pada saat bermain, orang tua atau pengasuh tidak perlu lagi ke sana-kemari melengkapi material untuk aktivitas yang ingin diajarkan ke anak.

Bayangkan jika kita sedang makan, tetapi peralatan makan belum lengkap, waktu makan kita pun jadi terganggu (terdistraksi) dengan proses mengambil peralatan makan lagi.
Untuk beraktivitas dengan anak, hal seperti ini akan mengurangi fokus dan membuat anak menjadi mudah teralihkan dan melakukan kegiatan lain.

Sebagai catatan, fokus anak di bawah 3 tahun memang masih sangat sedikit. 3-5 menit saja sudah bagus untuk anak usia 2 tahun, sehingga orang tua maupun pengasuh sebaiknya tidak memberi ekspektasi yang tinggi untuk anak usia di bawah 3 tahun.
Tujuannya lebih ke mengenalkan proses-proses pembelajaran dari tiap area belajar Montessori sehingga saat mulai masuk usia 3 tahun, anak sudah terbiasa dengan hal-hal yang pernah diajarkan sebelumnya.

Area belajar Montessori ini dibahas lebih lanjut di artikel lain, ya..
Tapi secara singkat akan saya uraikan di poin terakhir berikut.

5. Lakukan aktivitas yang paling sederhana yang bisa dilakukan di rumah.

Sambil berjalan dengan empat poin di atas, kita bisa mulai melakukan hal yang paling sederhana yang bisa dilakukan mulai saat ini.
Tujuannya supaya kita langsung menerapkan metode Montessori di rumah dengan anak sambil tetap dibarengi dengan belajar tentang metode ini lebih lanjut.

Selain mempelajari tentang filosofi Montessori, alangkah baiknya kalau ditambah dengan pemahaman dari masing-masing area belajar Montessori.
Ini juga merupakan hal penting yang bisa dijadikan arahan mudah untuk memulai berkegiatan/bermain dengan anak di rumah.

Caranya?
Yaitu dengan melakukan beberapa aktivitas yang ada di penjelasan singkat tentang lima area belajar yang menjadi panduan utama Montessori berikut ini.

a. Exercise of Practical Life/Latihan Keterampilan Hidup
Awalnya saya merasa bahwa menerapkan Montessori akan sangat sulit dilakukan.
Apalagi sebelumnya, saya tahunya metode ini hanya diterapkan di sekolah saja.
Tapi pembelajaran melalui area practical life ini justru ternyata adalah hal yang paling sederhana untuk memulai Montessori pertama kali.
Exercise of practical life dimaksudkan agar anak-anak melakukan apa yang kita, orang tua, sebagai orang dewasa, juga lakukan di rumah.
Hal ini memang terkesan mudah dan tanpa sadar kita pun terkadang sudah melakukannya bersama a
nak.
Namun untuk anak kita, perlu adanya arahan terlebih dulu selama beberapa waktu sampai dia mahir melakukannya.

Beberapa contoh kegiatan practical life yang bisa dimulai dari sekarang, khususnya untuk anak-anak di bawah 3 tahun:
  • merapikan tempat tidur,
  • memilih pakaian sendiri (dirangkaikan dengan memilih sepatu sendiri, tas, dll.),

|     Memilih Baju Sendiri     |
  • menyiapkan makanan yang akan dimasak,
  • menyiapkan peralatan makan sendiri,
  • menggunakan alat makan yang sama seperti yang digunakan oleh orang tua, seperti sendok-garpu dari stainless, piring-gelas keramik/kaca, dll.,
  • membersihkan/merawat diri, seperti mecuci tangan sebelum & sesudah makan, dll.,
  • membersihkan meja/lantai setelah makan, terutama jika anak masih belum bisa makan dengan bersih,
  • melakukan pekerjaan rumah, seperti menyapu, mengepel, memasukkan pakaian ke dalam mesin cuci, memasukkan pakaian yang sudah dijemur ke dalam keranjang, melipat pakaian,
  • buang air di toilet (bagian dari toilet training),
dan masih banyak lagi yang akan saya bahas di artikel tersendiri.

Terlepas dari kegiatan harian di atas, ada kegiatan lain lagi yang memang mengarahkan anak untuk persiapan memegang pensil/pulpen nantinya, seperti:
  • menjumput,
  • menyendok,
  • menuang,
  • menjepit, dan lain-lain.
Untuk ide kegiatan ini, akan dibahas di artikel lain juga, yaa..

Sebagai catatan, kembali ke poin 4, kita TIDAK berekspektasi bahwa anak akan melakukan semua hal di atas 100% berhasil/sempurna seperti yang kita lakukan.
Misal mengelap meja setelah makan harus bersih. Tentu tidak, ya...
Tujuannya di sini adalah anak terlibat dalam melakukan pekerjaan rumah sehari-hari seperti apa yang kita lakukan.
Jika dilakukan setiap saat, maka anak akan mahir pada usianya nanti dan hal-hal ini akan menjadi hal yang menyenangkan untuk mereka lakukan.

b. Sensory/Sensori
Area belajar sensori ini bertujuan agar anak terlatih menggunakan ketujuh indra yang dimilikinya.
Nah, selama ini kami hanya tahu panca indra atau lima indra: penglihatan/visual, pendengaran/auditory, pengecapan/gustatory, penciuman/olfactory, dan peraba/tactile.
Ternyata ada dua indra lagi yang tak kalah pentingnya dalam sistem saraf kita, yaitu propioseptif dan vestibular.
Khusus penjelasan masing-masing indra, boleh dicari sendiri dulu, ya..

Nah, dari ketujuh indra itu, maka kita bisa mencari ide kegiatan yang membantu stimulasi anak.
Contoh yang paling sederhana, seperti sensory bin.

Tapi sebenarnya ada aktivitas yang mendukung hal yang lebih luas dari sekedar main aduk-aduk wadah sensori dan ini erat kaitannya dengan area belajar lain seperti Math dan Language nantinya.
Aktivitas ini menggunakan apparatus yang dibuat khusus untuk metode Montessori ini, sebut saja:
  • Pink Tower
  • Knobbed Cylinder
  • Long Rod
  • Brown Stair
  • Color Tablets
dan masih banyak lainnya.

Selain aktivitas yang menggunakan apparatus, sensori ini juga sangat bisa menggunakan peralatan yang ada di rumah, seperti:
  • melatih suara, dengan mengisi beras di dalam botol untuk bunyi, sedangkan botol lainnya kosong untuk hening;
  • melatih rasa panas dan dingin, dengan air yang ditaruh dalam wadah;
  • melatih lengket, dengan tepung yang diberi air atau memegang nasi;
  • melatih perbedaan tekstur, dengan menggunakan berbagai jenis kain;
  • untuk sensory bin, bisa menggunakan beras, makaroni, kinetic sand, water beads, slime, dan lain-lain.

|    Sensory Bin dari Beras dan Animal Figurine     |

c. Math/Matematika
Untuk area belajar ini, anak diajak untuk memahami konsep dasar Matematika.
Tujuannya agar anak tidak hanya bisa menyebutkan satu sampai sepuluh atau one to ten, melainkan memahami konsep hitungannya, banyak-sedikitnya, ganjil-genapnya, bentuk geometrinya, dan lain-lain.
Dalam Montessori, Matematika menjadi bagian dalam proses kehidupan kita.
Oleh karena itu, seperti yang disebutkan di area Sensory, Math menjadi hal yang menarik jika diajak bersentuhan langsung dengan obyeknya.

Aktivitas untuk area belajar Matematika ini juga pada dasarnya memiliki apparatus tersendiri, seperti:
  • Number Rod
  • Spindle Box
  • Cards and Counter
  • Golden Beads
Untuk apparatus Math ini, ada yang sudah dirancang khusus sehingga perlu untuk dibeli, seperti golden beads. Namun tidak menutup kemungkinan jika ingin membuat sendiri seperti contoh di bawah ini.

|     DIY Cards and Counter     |

d. Language/Bahasa
Hal yang paling membuat saya takjub adalah dalam Montessori, menulis lebih dulu diajarkan daripada membaca. Kenapa?
Karena menulis berarti menuangkan isi pikiran kita ke dalam media, seperti kertas, sedangkan membaca berarti kita menyelami isi pikiran orang lain.
Dan lagi, dalam Montessori, menulis dan membaca diajarkan sekitar usia 4-5 tahun.

Menulis dan membaca ini menjadi bagian dari area belajar Language ini.
Namun di bawah 4 tahun pun tetap bisa diajarkan untuk mengenal huruf (dan benda) sebelum akhirnya menulis dan membaca yang sesungguhnya.

Dalam mengenalkan huruf, anak tidak diajarkan dengan cara membaca Ei, Bi, Si, Di, melainkan dengan fonetik atau bunyi huruf, seperti Aaa, Bbb, Ccc, Ddd.
Untuk contohnya bisa didengarkan di YouTube dengan keyword: Phonics Song, ada untuk bahasa Inggris, Indonesia, dan bahasa lainnya juga.
Kebetulan untuk bahasa Mandarin, pelafalan huruf-huruf Pinyin sudah sesuai dengan kaidah fonik.
Jadi untuk yang ingin anaknya bisa berbahasa Mandarin, boleh dicoba untuk belajar dari Pinyin dulu, ya..

Setelah mengenalkan fonetik, bisa dilanjutkan dengan menggunakan apparatus Montessori, seperti:
  • Sandpaper Letters
  • Large Moveable Alphabet
Untuk sandpaper letters, bisa dibuat sendiri juga menggunakan kertas amplas.

Selanjutnya untuk mengenalkan benda, dalam Montessori dilakukan dengan 3 tahap atau istilahnya Three Period Lessons (3PL) seperti berikut.

Tahap 1: Kenalkan dan deskripsikan satu per satu.
Jika kita ingin mengenalkan buah, misalnya pisang, kita perlu mendeskripsikan "pisang" tersebut dengan detail. Warnanya, bentuknya, teksur kulitnya, yang kemudian akan dipegang, dicium, dan dirasakan oleh anak.
Oleh karena itu, diperlukan bentuk asli dari pisang itu, sehingga anak bisa melihat secara langsung, memegang, dan mencicipinya.
Untuk setiap kali mengenalkan, sebaiknya kenalkan 1 benda saja untuk setiap sesinya.

Tahap 2: Tanyakan "yang mana" benda yang sudah diperkenalkan.
Setelah tahap pengenalan, saatnya bermain tebak-tebakan sederhana. Misalnya dengan menaruh 2 buah benda (contoh pisang dan apel), lalu tanyakan "yang mana pisang?" atau "yang mana apel?".
Salah satu filosofi Montessori adalah simple to complex. Oleh karena itu, dimulai dari 2 benda, lalu bisa dilanjutkan ke 3 benda, dan seterusnya.

Sekali lagi, sebaiknya menggunakan benda asli, ya..
Ini berkaitan dengan filosofi Montessori lainnya, yaitu real to abstract, yang menekankan ke muscle memory atau adanya ingatan yang dihasilkan dari indra peraba seseorang.
Semakin banyak anak memegang benda yang asli, maka semakin kuat ingatan akan benda itu terekam dalam otaknya.

Kalau mengenalkan hewan, jika tidak langsung ke kebun binatang, bisa dikenalkan melalui animal figurine.

Tahap 3: Ambil salah satu benda, lalu tanyakan nama benda itu.
Di tahap terakhir ini, pertanyaan di tahap kedua dibalik. Benda yang sudah dikenalkan, ditanyakan kembali namanya apa.
Untuk anak yang belum bisa berbicara, orang tua tau pengasuh bisa membantu bagaimana pengucapannya.

Nah, di area Sensory sebelumnya disebutkan kalau Language juga memanfatkan keuntungan dari area ini, yaitu melalui indra pendengaran dan penglihatan.

Jadi sambil mengenalkan huruf dan benda, ada yang disebut emergent literacy, yaitu dengan membuat anak mencintai tulisan, cerita, buku.
Caranya? Dengan membacakan buku ke anak. Sebelum pada akhirnya akan benar-benar diajarkan cara membaca yang sesungguhnya.
Ini pun akan saya bahas di artikel tersendiri, ya..

|     Mengenalkan Anak pada Tulisan dan Buku     |

e. Culture/Budaya
Area terakhir ini adalah area belajar yang paling luas. Memang dari namanya terkesan hanya mengenalkan budaya saja. Tetapi budaya di sini maksudnya termasuk mengenalkan konsep geografi, makhluk hidup (manusia, hewan, tumbuhan), tata surya, fisika, sejarah, dan yang paling dasar termasuk mengenalkan nilai-nilai yang ada di lingkungan keluarga dan masyarakat.

Untuk usia di bawah 3 tahun, menanamkan nilai-nilai yang baik kepada anak adalah hal yang paling mudah untuk dilakukan terlebih dulu, seperti:
  • menerapkan magic words:
- terima kasih / thank you / xiexie / arigatou gozaimasu
- tolong / please / qing bangmang / onegaishimasu
- permisi / excuse me / duibuqi / sumimasen
- maaf / sorry / baoqian / gomennasai
Untuk ini, saya tuliskan dalam 4 bahasa sebagai reminder untuk kami sendiri juga, ya..
  • mengenalkan dan mengajak anak beribadah atau berdoa di saat-saat tertentu sesuai kepercayaan masing-masing, contohnya kami berdoa bersama sebelum makan atau sebelum tidur, dan lain-lain;
  • mengajak anak mengucapkan salam saat bertemu keluarga atau orang lain.
Untuk ini, kami saling mengucapkan "Selamat Pagi" saat anak bangun, berpamitan sebelum pergi, menyambut saat Papanya pulang dari kerja, mengucapkan "Selamat Tidur" sebelum tidur, dan lain-lain.

Jika anak sudah beranjak 3 tahun, pengenalan geografi bisa dengan menggunakan sandpaper globe di mana ini bisa digunakan juga sebagai deksripsi hewan yang tinggal di darat atau laut, ada siapa saja di sana, bahasa apa yang dipakai, dan lain sebagainya.
Untuk ini, kami mulai dengan menjelaskan tentang hewan, lalu tumbuhan sambil bermain di taman bermain dekat rumah.

|     Mengenalkan Hewan Berkaki Empat     |

Untuk sejarah yang dimaksud di sini lebih ke pengenalan hari, tanggal, jam, dan bisa juga dimulai dari momen-momen yang mudah diingat oleh anak dulu.
Sedangkan untuk fisika, termasuk mengenalkan panas-dingin, gravitasi, atau menggunakan es yang mencair, dan lain sebagainya.

Baiklah.
Sekian dulu cerita tentang Getting Started Montessori at home ala keluarga kami.

Montessori bukan satu-satunya pendekatan kami dalam parenting dan kami juga tidak ingin mengatakan bahwa ini adalah metode terbaik dalam mengasuh dan mendidik anak.
Tapi kami jatuh cinta dengan metode ini dan ingin bisa membagikan perjalanan kami di blog ini.

Semoga bisa membantu keluarga lain juga yang ingin menerapkan Montessori di rumah.

Comments

  1. Superrb mbak ricca. Makasiiih banyaaak sharingnyaaa, aku juga akhir" ini sering baca ttg Montessori mbaak. Dulu jaman kecil belum hits ya 😅 Alhamdulillah, kakak juga perlahan menerapkan metode Montessori ke ponakaan dan hasilnya alhamdulillah banyak peningkatan. 😁 Sehaat sehat selaluu mbaak di sanaa, salaam buat Yuri yg makin cantik dan menggemaskan ♥️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waaah, makasii juga udah mampir, Lucy..
      Senang banyak temennya yang sama-sama terapkan Montessori.
      Tulisan di sini sebenarnya mewakili kegalauan waktu awal-awal cari tentang Montessori dulu, mulainya gimana.
      Akhirnya pas sudah lebih settle, baru berani share, deh.. Hehehe..

      Amiiiin..
      Salam kembali dari Yuri-chan untuk Tante Lucy..
      Kamu juga sehat teruss & semangaat peneletianmu, yaaa..

      Delete

Post a Comment